*Langkah-langkah kaki kecil di bulan Juni,
menarilah untuk hujan yang kucintai...
Tapak-tapak kaki mungil di bulan Juni,
menandak-nandak ceria tiada peduli...
Sedikit waktu membiarkanmu terseok seorang diri,
sedikit waktu mengenalimu dalam tawa renyah...
Namun di bawah rinai hujan itu,,,aku makin mendekap hangat
tubuhmu..
[dan] lagi-lagi..pada hujan di bulan juni....*
Coba kenali aku! Lekuk tubuhku mungil, tiada seorang pun
peduli. Coba dekati aku! Suaraku lirih, tiada kau dengar dan pahami. Coba
cintai aku! Jiwaku samar, tiada kau mampu raba rapuhku. Tersudut, di antara ilalang
dan semak perdu. Terabai, di pucuk-pucuk alam nan permai. Namun aku ada...untuk
terus menatapmu, menyayangimu, dan memberi bias tawa untukmu.
--Dandelion--
Sebut namaku dan kau akan mengerti. Aku masih sendiri di
sini dengan hati sepi. Menatap pekat pada percumbuan ufuk dan senja. Namun aku
adalah si mungil pemimpi. Terkadang aku terinjak, terserabut, dan juga
mengering. Dandelion di sudut pekarangan, itulah aku. Kutahu namaku, karena
gadis itu memanggilku begitu. Dandelion mungil..aku menyayangi ketegaranmu,
seperti aku menyayangi harapan-harapanku. Begitu gadis itu selalu berucap
tatkala menyentuh rapuhku. [Catatan sang dandelion...]
Diary dandelion...
Masih kutatap wajah kusutnya yang tampak lelah. Membuka
pintu perlahan, dan membiarkannya tetap seperti itu hingga beberapa waktu
berlalu. Kembali ia terduduk di depan jendela seperti kebiasaanya. Kali ini tangannya bertumpu pada buku-buku tebal
yang tak pernah kukenali sebagai koleksi kesayangannya. Mulai ia sandarkan
kepala pening dan lelahnya pada tangan yang lunglai di antara tumpukan buku
yang tampak angkuh. Perlahan ia hembuskan nafasnya satu persatu, hingga ia
pulas dalam mimpi lelah pada siang terik di bulan Juni. Untuk kesekian kalinya,
aku mengenalinya sebagai sosok yang menyukai meja mungil di tepi jendela itu
sebagai tempat rehat yang nyaman.
{ Ufftt...kebiasaan deh! Aku ketiduran lagi di sini. Tak
bisa kumengerti, bagaimana mungkin meja ini terasa begitu nyaman tadi. Sekarang
kurasakan pegal di sana sini. Tentu saja, lihatlah gadis...kau telah tertidur
bertumpu lengan dan beralas kayu. Haha..kembali kutertawakan kebodohanku.
Dan... Ya Tuhan...aku kembali lupa mengunci pintu. Untung saja siang ini begitu
sepi tanpa kehadiran siapapun di sekitarku. Segera kukemas berkas-berkas
penting dan literatur tebal yang harus kubawa menginap di kampus malam ini. Tak
lupa kudandani si merah untuk menemaniku mengetik di sana.
Krucuuukkk...uhh..perutku serasa diremas. Owh, rupanya aku lupa untuk
mengajaknya bersantap semenjak pagi. Ahh, andai minggu ini bunda di
rumah...tentu aku sudah habis diomelinya karena kebiasaan buruk ini. Tergesa
kutinggalakan rumah dengan sebuah ransel berat di pundakku dan sejumput permen
kristal [red. foxs] kesukaanku. }
Dandelion petang....
Hari ini ia kembali tak menyapaku! Bahkan sekedar memberiku
senyuman pun tidak. Ia hanya datang sekejap, untuk kemudian pergi lagi, datang
lagi, dan pergi lagi. Hey dandelion...!! Sudahlah..mungkin kau memang tak
begitu berarti di hatinya! Aku tersentak oleh lamunanku sendiri. Tapi gadisku
itu benar-benar mengacuhkanku lagi hari ini. Tak dipedulikannya tubuh mungilku
yang meliuk indah di antara ilalang. Tak dihiraukannya pula serabut harapan
dari tubuhku yang terbang ditiup angin. Perih memang, namun kau tahu
kawan...disitulah kekuatanku. Meski terkadang aku harus menangis karena
dilupakan, aku tetap akan tumbuh..dan terus bertumbuh di berbagai keadaan. Pada
tanah gersang aku tebarkan benih harapan, pada tanah basah aku sampaikan salam
persahabatan, pun begitu pada semak berduri...aku kisahkan tarian perdamaian.
Akulah sang dandelion! Akulah kerapuhan sekaligus kekuatan....
{ Aaaaaaaarrrgggghhhh!!! Aku ingin berlibur! Aku ingin
menatap pantai dengan deburan ombak yang giat menengadah pada langit. Aku ingin
menyapa pucuk-pucuk daun yang senantiasa melambaikan tangan pada bumi. Aku
ingin berhenti sejenak. Bukan untuk terhenti...melainkan untuk menatap kembali
jarak yang terus berlari. Kuhempaskan tubuhku pada kursi di tepi jendela.
Kubuka si merah, dan kulayarkan perahuku untuk mengarungi dunia maya. Libur
bersama. Ahh..kembali dua kata itu menghiasi layarku. Segera kudaratkan kapalku
di pelabuhan yang nyata, agar aku kembali tersadar...bahwa begitu banyak tugas
yang belum kurapihkan, dan begitu banyak nyawa malaikat kecil yang masih ingin
kuperjuangkan. Tapi aku merasa hampa. Seperti ada yang tertinggal di sini, di
sudut nurani. Kuedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Aku butuh penawar untuk
kelelahan ini. Menulis menjadi tak menarik untuk tangan yang lelah, membaca
menjadi hambar untuk otak yang berdebu, bahkan menikmati kelezatan coklat dan
es krim pun tampak sangat membosankan. Sepertinya aku tengah terlupa pada
sesuatu.... }
Dandelion pada fajar yang merekah...
Gadis pujaanku masih di sana. Di tangannya tergenggap sebuah
map merah dengan kertas-kertas putih dan padat menyembul di tiap sudutnya.
Sementara di sampingnya tergeletak pasrah sebuah tas ransel hitam yang tampak
sarat oleh beban. Ahh..gadisku itu pasti akan pergi menjemput mimpi-mimpinya
lagi hari ini. Kuberikan senyum terindah untuknya, meski aku tahu...bahwa hari
ini ia akan kembali mengacuhkan kehadiranku di antara ilalang dan semak
perdu.
Srek..srek... Sebuah langkah kaki terdengar mendekatiku
perlahan. Hmm, aroma tubuh ini.... Aroma
khas seorang gadis kecil yang dulu kerap menyapaku dan meniupkan
harapan-harapan pada tubuhku. Aku tersentak dan menatap tak percaya pada sosok
yang menghampiriku. Andai mampu...aku justru ingin lebih dulu menyongsong
kehadirannya dan mendekap hangat tubuhnya. Namun aku hanya diam terpaku. Dengan
penuh kelembutan..ia meraihku. Menarikku dari kesepian yang terus menghujam. Ia
meniup tubuhku, hingga terhempaslah semua benih-benih yang melekat. Aku
melayang di antara angin yang bertiup
perlahan. Masih kurasakan hangat desiran udara yang menerbangkanku, masih
kuingat tatapan bening mata mungil gadis pujaanku itu belasan tahun yang
lalu...saat ia begitu menyukaiku. Gadis pujaanku di masa kanak-kanak begitu
mengidolakanku dan memuja keindahanku. Ia begitu rajin meniupku dan
menceritakan mimpi-mimpinya padaku agar semua ikut terbang bersama angin. Dan
setelah belasan tahun berlalu, hari ini ia melakukannya lagi. Masih dengan
tatapan yang sama...penuh cinta, kerinduan, dan harapan untukku. Ahh..akulah
dandelion yang paling bahagia hari ini!!
Catatan harian Nick...
“Hari ini...aku bahagia. Meski aku tak memiliki libur
panjang seperti yang kuimpikan, meski begitu banyak tugas yang belum
kuselesaikan, meski tubuhku terasa lelah dan kurang tidur...namun aku tetap
bahagia. Karena hari ini aku kembali belajar tentang mimpi dan kebahagiaan pada
sekuntum dandelion mungil di sudut pekarangan. Bahwa kita tak akan selalu
mendapatkan apa-apa yang kita sukai...maka belajarlah menyukai apa-apa yang
telah kita dapatkan. Dan aku belajar satu hal dari sang dandelion selama
bertahun-tahun lalu setiap kali aku meniupnya...bahwa setiap
harapan...terkadang akan terhempas dan terlupakan. Namun seorang gadis yang
kuat...akan kembali berjalan tegak di muka bumi...dan terus tumbuh dalam banyak
mimpi. Terimakasih dandelion... “
Untuk seorang malaikat di sudut kota Surabaya...
I love u brother..happy birthday..on 6th June..^^