Selamat pagi untuk manusia-manusia yang setengah jiwanya ada
di secangkir kopi.
Adalah pagi pertama di bulan September, bulan kesayanganku.
Aku menyeduh segelas kopi. Rasa pahitnya lebih kuat, dan manisnya samar. Dan
aku tersadar, di setiap kepahitan, Tuhan tidak pernah lupa menyisipkan sesuatu
yang manis.
Lama-lama aku berpikir, kopi membuatku ketergantungan. Suatu
pagi di bulan Maret, aku sengaja tidak minum kopi. Aku sengaja, supaya tidak
ketergantungan dengan kopi, juga kamu. Karena kamu seperti kopi, membuatku
ketergantungan.
Namun, berjuta detik setelahnya. Aku menulis tentang kopi
dan menyelipkan kamu didalamnya. Bagiku, kopi selalu punya sisi menarik untuk
ditulis, sama halnya dengan kamu. Menarik.
Hingga kini, kopi masih menjadi bagian dari hidupku. Juga
kamu. Bahwa terkadang aku suka bermimpi terlalu tinggi, maka aku membutuhkanmu
untuk mengingatkanku. Juga kopi untuk menghempaskan lelahku.
Memang banyak hal tidak harus kita mengerti, ada saatnya
kita tidak harus mengerti apa-apa, tidak perlu memaklumi apa-apa, dan tidak
perlu menyesali apa-apa. Kecuali hanya merasa, bergerak, dan menjelma. Aku suka
ketika kamu menjelma kopi dan ketika kopi menjelma kamu.
Menakar kopi adalah keahlianmu. Punyamu; sesendok penuh
kopi, dan dua sendok gula. Punyaku; seujung sendok kopi, dan se-sachet
tropicana. Di sana selalu ada sepotong rindu, terselip di cangkir-cangkir kopi,
yang tak pernah selesai kita sesap bersama. Ada pula sepasang mata, menatapmu
dengan penuh do'a.
Bukankah kita cukup bahagia meskipun hanya saling bertanya,
apakah kita masih punya arti, dalam ukuran tahun cahaya? Ah, tidak. Terkadang,
kamu lupa. Kopi mana yang aku suka. Kopi mana yang takarannya cukup untuk
membuatku bahagia. Aku suka kopi, dan pahit sebagai canda di sela-selanya. Dan
samar-samar manis sebagai akhirnya. Bukan pahit pada seluruh cangkirnya.
Hujan; "Dengan apa aku harus mempercayaimu?"
Kopi; "Dengan janjiku yang telah menggetarkan
'arsynya."
Hujan; "Pada siapa aku harus menagih janjimu?"
Kopi; "Allah. Emm, kamu nggak percaya sama aku?"
Hujan; "Percaya. Aku hanya sedang meyakinkan
hatiku."
kopi... mana kopi saya :D
BalasHapusmana yaaaa... :P
HapusKopi,,,,,,,
BalasHapusAku rindu aromanya, apalagi di seruput saat hujan. Sedikit membawa kehangatan :)
wkwkwk..kehangatan yangtak terlupakan :)
Hapusmanis :')
BalasHapusaiihh...kenapa komenmu mirip masnya...huhuhuh -_-" serius lohh
Hapuskopi itu semacam kisah cinta, ada pahit ada manisnya, berjuta rasa berjuta cerita :D
BalasHapussetuju banget. Kopi-kan cinta ya, mba...hihiihi
Hapus