Untukmu,
“Kau boleh menjadi langit yang kau suka, aku bisa saja tetap
menjadi tanah. Dan kelak, jika langit terlampau tinggi untukmu, tentu aku akan
ada untuk setiap air matamu.” Lalu, cinta kita menjadi sesuatu yang tidak
sederhana; merawat tiap-tiap luka dengan ketabahan dan doa-doa.
Akhir Juli yang hujan. Mungkin hanya kebetulan, belakangan
ini hujan yang diguyur dari atap langit menampar-nampar tanah lebih keras,
lebih deras. Makin keras, makin deras.
Sosok berjilbab merah jambu itu masih setia duduk di atas
kursi di depan jendela kaca kesayangan, sambil sesekali menatap keluar.
Memainkan jemarinya, mengarahkan bekas-bekas embun, menjejakkan kata dari balik
jendela kaca berkayu jati dengan susunan alfabetik yang nyaris sempurna.
Sejenak pandangan matanya beranjak pada secangkir kopi yang tak lagi mengepul
di sudut jendela. Terdengar suara desahan nafas yang sama tiap kali gemericik
air hujan di luar sana menjejak pada temaram senja.
"Aku masih di sini."
Bukankah hujan dan kopi itu seperti candu. Saat mereka
bersatu, terciptalah sebuah mesin waktu. Kita bisa kembali ke manapun di masa
lalu. Menulis bingkai cerita pilu yang larut dalam rintikan sendu, atau pun
kisah cinderella dalam tawa di atas kereta kencana.
Alhamdulillah untuk segalanya :)
Haiiiikkkk :) melelehka... #nahloh :p
BalasHapusApanya yg bikin meleleh coba..hahaha
HapusHujan sering membawa rindu bersamanya,
BalasHapusKalau hujan sudah datang jangan lewatkan untuk berdoa, insyaa Allah mustajab, hehe
Iyap..bener banget...:)
Hapuskopi itu sebuah ungkapan kesetiaan...
BalasHapussetiap pagi selalu terhidang di meja, dan dengan asapnya yang masih mengepul sang laki-laki meminumnya perlahan :D
hmmft..iya mba...seharusnya...:P
Hapusah, komennya mba dalem bingit :D
aihhhh..selalu ingin terhanyut sama kalimat2 jeng unik #ambilpelampung
BalasHapuswakakakakakakak...om todi kambuuuhhh...capedeeee...*lemparkostumrenang
Hapusrumah hujannya baguus,
BalasHapussalam kenal dari pecinta hujan jugaa ^^
iyah..slam kenal mba :)
Hapussuka
BalasHapusmakasih ya
Hapus