Siang begitu terik.
Secangkir moccacino panas di dalam cubicle tetap menjadi pilihan yang terbaik untukku.
Tapi buatmu, selalu espresso lah yang paling pantas menemani berlalunya hari.
Selera yang masih tetap berbeda, seperti biasa. Mungkin karena sedalam apapun cara kita menyesap secangkir kopi; tetaplah sesapan itu terkadang harus terhenti, untuk kemudian diteguk kembali dengan perlahan atau pun tergesa, dengan kedalaman rasa yang berbeda.

Lalu ketika kelak kopi-kopi kita menua menjadi ampas kopi yang berkerak pada setiap dasar cangkirnya, maka sebagai penyihir aku akan mengubahnya kembali hangat dan penuh cerita senja. Bahkan ketika cangkir itu menumpahkan kopinya karena tangan-tangan rusuh kita, aku pun dengan mudah akan mampu mengubahnya menjadi utuh seperti sediakala.
Ah. Aku sedang tidak ingin menjadi seorang pendidik, aku sedang ingin menjadi penyihir saja.
*Sepertimu; ketika menyihirku menjadi tegar dan dewasa, tentu saja :)